Jumat, 04 Januari 2013

Hidup ini keras??

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Sahabat, Perhatikan gambar di atas seolah-olah ingin mengatakan bahwa betapa berat dan kerasnya hidup ini. Sehingga mereka yang tidak mampu menghadapinya akan tergilas, dan hilang dalam peredaran masa. Tapi mungkin juga ada yang memaknai realitas ini, bahwa betapa tidak adilnya hidup! Mengapa mereka yang sejak awalnya telah berdarah-darah menjalani sejengkal demi sejengkal garis takdirnya dalam kesempitan, harus menanggung beban yang teramat berat. Sementara mereka yang berada, yang siang dan malamnya dalam pelukan kenyamanan, tetap saja berada dalam kenyamanan…

Sahabat, mungkin kita mengeluh. Ya, berkeluh kesah atas semua hal yang terjadi dalam hidup kita. Itu memang fitrah manusia. Tapi cara mengapresiasikan keluh kesah itu yang menunjukkan kualitas setiap manusia. Tergantung pada perspektifnya tentang hidup. Bagi mereka yang menganggap hidup ini pada dasarnya mudah dan serba menyenangkan, maka kehadiran cobaan dan tantangan hidup akan menjadi keluh kesah. Keluh kesah yang sangat panjang.

Tetapi, bagi mereka yang meyakini bahwa hidup ini memang keras. Ada pertarungan dan kompetisi di dalamnya. Ada keringat, air mata dan juga berdarah-darah dalam menjalaninya. Maka cobaan dan tantangan hidup seberat apa pun lebih dimaknai sebagai bunga-bunga hidup. Mereka senantiasa belajar dari cobaan-cobaan tersebut. Mental mereka bahkan telah berubah menjadi baja oleh tantangan-tantangan tersebut. Mereka, telah dibentuk oleh silih bergantinya badai ujian dan cobaan…

Sahabat, janganlah manja seperti kerupuk. Jadilah baja yang paling kuat di muka bumi ini. Sebab takdir memang tidak pernah memilih. Ketika tiba masanya giliran kita, maka seketika itu juga badai cobaan akan mendatangi kita. Hanya jiwa sekeras bajalah yang mampu tetap tegak berdiri menyongsong setiap cobaan dan tantangan hidup dengan gagah. Sebab, hidup memang keras kawan…

Kamis, 03 Januari 2013

Hidup Bocah Polos Zhang Ta Menginspirasi Banyak Orang


KISAH NYATA : Hidup Bocah Polos Zhang Ta Menginspirasi Banyak Orang


Zhang Da harus menanggung beban hidup yang berat ketika usianya masih sangat belia. Tahun 2001, ketika usianya menjelang 10 tahun, Zhang Da harus menerima kenyataan ibunya lari dari rumah. Sang ibu kabur karena tak tahan dengan kemiskinan yang mendera keluarganya. Yang lebih tragis, si ibu pergi karena merasa tak sanggup lagi mengurus suaminya yang lumpuh, tak berdaya, dan tanpa harta. Dan ia tak mau menafkahi keluarganya.

Maka Zhang Da yang tinggal berdua dengan ayahnya yang lumpuh, harus mengambil-alih semua pekerjaan keluarga. Ia harus mengurus ayahnya, mencari nafkah, mencari makanan, memasaknya, memandikan sang ayah, mencuci pakaian, mengobatinya, dan sebagainya.

Yang patut dihargai, ia tak mau putus sekolah. Setelah mengurus ayahnya, ia pergi ke sekolah berjalan kaki melewati hutan kecil dengan mengikuti jalan menuju tempatnya mencari ilmu. Selama dalam perjalanan, ia memakan apa saja yang bisa mengenyangkan perutnya, mulai dari memakan rumput, dedaunan, dan jamur-jamur untuk berhemat. Tak semua bisa jadi bahan makanannya, ia menyeleksinya berdasarkan pengalaman. Ketika satu tumbuhan merasa tak cocok dengan lidahnya, ia tinggalkan dan beralih ke tanaman berikut. Sangat beruntung karena ia tak memakan dedaunan atau jamur yang beracun.

Usai sekolah, agar dirinya bisa membeli makanan dan obat untuk sang ayah, Zhang Da bekerja sebagai tukang batu. Ia membawa keranjang di punggung dan pergi menjadi pemecah batu. Upahnya ia gunakan untuk membeli aneka kebutuhan seperti obat-obatan untuk ayahnya, bahan makanan untuk berdua, dan sejumlah buku untuk ia pejalari.

Zhang Da ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya tak hanya membutuhkan obat yang harus diminum, tetapi diperlukan obat yang harus disuntikkan. Karena tak mampu membawa sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat, Zhang Da justru mempelajari bagaimana cara menyuntik. Ia beli bukunya untuk ia pelajari caranya. Setelah bisa ia membeli jarum suntik dan obatnya lalu menyuntikkannya secara rutin pada sang ayah.

Kegiatan merawat ayahnya terus dijalaninya hingga sampai lima tahun. Rupanya kegigihan Zhang Da yang tinggal di Nanjing, Provinsi Zhejiang, menarik pemerintahan setempat. Pada Januari 2006 pemerintah China menyelenggarakan penghargaan nasional pada tokoh-tokoh inspiratif nasional. Dari 10 nama pemenang, satu di antaranya terselip nama Zhang Da. Ternyata ia menjadi pemenang termuda.

Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran langsung televisi secara nasional. Zhang Da si pemenang diminta tampil ke depan panggung. Seorang pemandu acara menanyakan kenapa ia mau berkorban seperti itu padahal dirinya masih anak-anak. "Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan. Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab," katanya.

Setelah itu suara gemuruh penonton memberinya applaus. Pembawa acara menanyainya lagi. "Zhang Da, sebut saja apa yang kamu mau, sekolah di mana, dan apa yang kamu inginkan. Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah dan mau kuliah di mana. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebutkan saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!" papar pembawa acara.

Zhang Da terdiam. Keheningan pun menunggu ucapannya. Pembawa acara harus mengingatkannya lagi. "Sebut saja!" katanya menegaskan.

Zhang Da yang saat itu sudah berusaha 15 tahun pun mulai membuka mulutnya dengan bergetar. Semua hadirin di ruangan itu, dan juga jutaan orang yang menyaksikannya langsung melalui televisi, terdiam menunggu apa keinginan Zhang Da. "Saya mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah!" kata Zhang Da yang disambut tetesan air mata haru para penonton.

Zhang Da tak meminta hadiah uang atau materi atas ketulusannya berbakti kepada orangtuanya. Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya. Di mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya, tetapi seorang ibu dan kasih sayangnya, itu tak ternilai.

Pelajaran moral yang tampak sederhana, tetapi amat bermakna. Setuju kan?

Selasa, 01 Januari 2013