Alkisah, ada seorang anak yang bertanya pada ibunya, “Ibu,
temanku tadi cerita kalau ibunya selalu membiarkan tangannya sendiri digigit
nyamuk sampai nyamuk itu kenyang supaya ia tak menggigit temanku. Apa ibu juga
akan berbuat yang sama?”
Sang ibu tertawa dan menjawab terus terang, “Tidak. Tapi,
Ibu akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam supaya tidak sempat menggigit
kamu atau keluarga kita.”
Mendengar jawaban itu, si anak tersenyum dan kembali
meneruskan kegiatan bermainnya. Tak berapa lama kemudian, si anak kembali
berpaling pada ibunya. Ternyata mendadak ia teringat sesuatu. “Terus Bu, aku
waktu itu pernah dengar cerita ada ibu yang rela tidak makan supaya
anak-anaknya bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?” Anak itu mengajukan
pertanyaan yang hampir sama.
Kali ini sang Ibu menjawab dengan suara lebih tegas, “Ibu
akan bekerja keras agar kita semua bisa makan sampai kenyang. Jadi, kamu tidak
harus sulit menelan karena melihat ibumu menahan lapar.”
Si anak kembali tersenyum, dan lalu memeluk ibunya dengan
penuh sayang. “Makasih, Ibu. Aku bisa selalu bersandar pada Ibu.”
Sembari mengusap-usap rambut anaknya, sang Ibu membalas,
“Tidak, Nak! Tapi Ibu akan mendidikmu supaya bisa berdiri kokoh di atas kakimu
sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh tersungkur ketika Ibu sudah
tidak ada lagi di sisimu. Karena tidak selamanya ibu bisa mendampingimu.”
Ada berapa banyak orangtua di antara kita yang sering kali
merasa rela berkorban diri demi sang buah hati? Tidak sadarkah kita bahwa sikap
seperti itu bisa menumpulkan mental pemberani si anak?
Jadi, adalah bijak bila semua orangtua tidak hanya
menjadikan dirinya tempat bersandar bagi buah hati mereka, melainkan juga
membuat sandaran itu tidak lagi diperlukan di kemudian hari. Adalah bijak jika
para orangtua membentuk anak-anaknya sebagai pribadi mandiri kelak di saat
orangtua itu sendiri tidak bisa lagi mendampingi anak-anaknya di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar